Teknologi Terbaru | Teknologi Terbaru Robot - Teknologi Terbaru 1 | Technology News 2 | News Technology 2

Breaking

About Me

Selasa, 02 Juli 2019

Teknologi Terbaru | Teknologi Terbaru Robot

https: img-o.okeinfo.net content 2019 07 02 320 2073469 robot-ambil-alih-20-juta-pekerjaan-pada-2030-MiNHBkPn2J.jpg


Teknologi Terbaru - Penggunaan robot diduga mengambil alih selama 20 juta kegiatan manufaktur di sekian banyak  penjuru dunia pada 2030. Robot-robot itu tersebar di sekian banyak  jenis kegiatan mulai dari buatan manufaktur sampai jasa.

Keterlibatan robot di industri memang tidak dapat dihindarkan. Apalagi industri besar yang membutuhkan otomatisasi guna menyokong efisiensi proses produksi. Para pelaku usaha pun diinginkan dapat mengekor tren itu seiring semakin berkembangnya teknologi dan kecerdasan produksi (artificial intelligence/AI).

Studi teranyar firma penelitian dan konsultan asal Inggris Oxford Economics memperkirakan, berkembangnya robotisasi pada industri telah meningkatkan kekhawatiran bahwa kendati menawarkan keuntungan, urusan tersebut justru berpotensi menghilangkan kegiatan dengan skill rendah serta meningkatkan tekanan sosial dan ekonomi. Kondisi itu dapat saja memperburuk kesenjangan sosial walau dapat mendorong output ekonomi global.


“Pemindahan kegiatan dari robot-robot yang semakin tidak sedikit itu tidak bakal tersebar merata ke sekian banyak  penjuru dunia atau dalam sebuah negara,” papar hasil studi Oxford Economics seperti dikutip Daily Mail kemarin.

Baca Juga: Perkembangan Robot dan Kesempatan Kerja yang Semakin Terbatas

Studi tersebut menambahkan, robot-robot telah memungut alih jutaan kegiatan manufaktur dan kini meluas di bidang jasa, ditolong dengan kecanggihan komputer, pengenalan suara dan mesin pembelajar.

“Di distrik skill lebih rendah, insan yang kehilangan kegiatan akan dua kali lipat setinggi distrik skill lebih tinggi, bahkan di negara yang sama,” ungkap studi tersebut.

Riset tersebut muncul di tengah polemik kebangkitan teknologi laksana mobil dan truk self driving, robot penyiapan makanan, pabrik dan operasional gudang otomatis serta dampaknya pada tenaga kerja manusia.


Akan tetapi, menurut keterangan dari studi teranyar itu, gelombang robotisasi malah akan mendorong produktivitas dan perkembangan ekonomi, menciptakan tidak sedikit pekerjaan baru bila dikomparasikan dengan yang dihancurkan. Berdasarkan keterangan dari perkiraan peneliti, ada selama USD5 triliun deviden robotik dari ekonomi global pada 2030 dengan adanya produktivitas tinggi.

“Kita mengejar pekerjaan dengan faedah berulang yang paling tidak sedikit terpengaruh antara lain kegiatan gudang yang mempunyai risiko terdekat,” ungkap semua penulis studi itu.


Studi tersebut pun mengungkapkan, kegiatan di lingkungan yang tidak cukup terstruktur membutuhkan kepintaran sosial, kreativitas dan kasih sayang, tampaknya bakal tetap dikuasai insan selama sejumlah dekade mendatang.

“Robot-robot bakal semakin memainkan peran dalam sekian banyak  sektor, tergolong ritel, layanan kesehatan, hospitality, dan transportasi serta konstruksi dan pertanian,” ungkap semua peneliti.


Mereka memperingatkan supaya para pembuat kepandaian tidak memperlambat pemakaian teknologi robotik. Ke depan pemerintah diimbau supaya bisa konsentrasi pada pemakaian robotik untuk menolong wilayah-wilayah rentan supaya bisa menyiapkan diri untuk evolusi besar mendatang.

Berdasarkan keterangan dari laporan Oxford, selama 1,7 juta kegiatan manufaktur telah dipungut alih robot semenjak 2000, termasuk sejumlah 400.000 kegiatan di Eropa, 260.000 kegiatan di Amerika Serikat, dan 550.000 kegiatan di China.


“China bakal mempunyai sebagian besar otomatisasi manufaktur dengan sejumlah 14 juta robot industri pada 2030,” papar laporan itu.

Di Inggris, ratusan ribu kegiatan akan digantikan robot. Meski demikian, andai ada 30% penambahan pemasangan robot di dunia, urusan tersebut akan membuat USD5 triliun peningkatan produk dalam negeri bruto (PDB) global.

Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai, gejala otomatisasi dan robotisasi dalam industri bukan merupakan gejala baru yang tiba-tiba. Sebetulnya otomatisasi dan pemakaian robot di industri telah terjadi semenjak lama dan secara berangsur-angsur telah diadopsi di sekian banyak  industri di Indonesia. Dia mencontohkan urusan tersebut di industri automotif, pengolahan besi-baja, keramik, bahkan sampai makanan minuman.


"Jadi secara realistis, ada bisa jadi tinggi bahwa industri di Indonesia bakal terus mengadopsi lebih tidak sedikit teknologi dan robot untuk menambah efisiensi dan kualitas produk industri supaya produk Indonesia tetap kompetitif di pasar internasional," ujar Shinta ketika dihubungi kemarin.

Dia mengatakan, malah tanpa adanya adopsi terhadap teknologi ini akan susah untuk memburu ketertinggalan produktivitas industri domestik bila dikomparasikan dengan industri asing dan target perkembangan ekonomi bakal sulit dijangkau tanpa penambahan produktivitas tersebut.

Namun adopsi teknologi otomatis dan robot dalam industri tidak serta-merta berarti bahwa industri manufaktur tidak lagi memerlukan pekerja unskilled atau low-skilled.

"Ini pun tidak berarti bahwa industri manufaktur yg mengadopsi teknologi itu tidak membuka kesempatan lapangan kerja yang banyak," ucapnya.


Pada kenyataannya, industri yang nyaris fully automatic laksana industri automotif juga tetap memerlukan tenaga kerja dalam jumlah banyak. Ada pun industri yang tidak dapat sepenuhnya diotomatisasi laksana industri footwear dan garmen.

"Ada pun industri yang melulu sebagian produksinya diotomatisasi laksana industri cerutu keretek. Mereka tetap mempekerjakan pekerja unskilled dan low-skilled daripada otomatisasi guna memproduksi cerutu putih sebab untuk mengawal otentisitas produk," ucapnya.


Selain tersebut industri yang mengadopsi mesin buatan otomatis akan membuat lapangan kerja baru, terutama untuk mengatur, mengeset, memelihara, memperbaiki, dan meng-upgrade mesin tersebut cocok dengan keperluan industri. "Jadi logika bahwa mesin atau robot menghilangkan lapangan kegiatan perlu direvisi," jelasnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudisthira menilai, pemakaian robot di sektor manufaktur tak butuh dikhawatirkan. Dia menuliskan, pengadaan robot akan paling sulit dilaksanakan oleh sejumlah perusahaan kecil.


Hal ini dikarenakan ongkos pengadaan robot akan paling besar. Namun urusan tersebut akan bertolak belakang dengan yang dilaksanakan oleh perusahaan besar yang akan memakai robot.

"Manufakfur berskala besar bakal dengan gampang beradaptasi ke robotik. Sementara usaha menengah kecil masih padat karya. Biaya penelitian dan investasi pengadaan robot di Indonesia masih lumayan mahal. Jadi sektor yang lebih kecil masih bertahan dengan merekrut tenaga insan dengan pertimbangan upah yang rendah daripada beli robot," ujar Bhima. (Syarifudin/Rina Anggraeni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar